KATA PENGANTAR
Puji syukur kita
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat, berikat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
judul “Gambaran Kepuasan Pasien Berdasarkan Komunikasi Terapeutik Perawat Dalam
Memberikan Pelayanan Keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin
Sudirohusodo Makassar”.
Dalam
menyelesaikan penelitian ini, penulis menyadari bahwa itu tak lepas
dari bantuan
berbagai pihak, baik secara moril maupun secara materil. Pada
kesempatan ini
perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terimah kasih kepada:
yang telah banyak
memberi bantuan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
Penyusun
menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna, untuk itu
kritik dan saran
yang sifatnya membangun sangat penyusun harapkan dari pembaca
yang budiman
untuk penyempurnaan penulisan selanjutnya. Di samping itu penyusun
juga berharap
semoga penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dan bagi nusa dan
bangsa. Dan
semoga amal baik semua pihak yang telah membantu penulis mendapat
balasan yang
setimpal. Amin, Tuhan memberkati.
ABSTRAK
Komunikasi
merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi menjadi tidak
efektif karena kesalahan dalam menafsirkan
pesan yang diterimanya. Jika kesalahan penerimaaan pesan terus-menerus
berlanjut dapat berakibat pada ketidak puasan baik dari pasien maupun tenaga
kesehatan itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
kepuasan pasien berdasarkan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Desain
penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif
dengan cara memberikan kuesioner untuk mengetahui gambaran tentang kepuasan
pasien berdasarkan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar..
Penelitian dilakukan selama 4 minggu selama bulan November sampai Desember
2009. Jumlah responden dalam penelitan ini adalah 50 responden. Hasil dari
penelitian ini didapatkan tingkat kepuasan pasien terhadap komunikasi
terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II
RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar menunjukkan bahwa sebagian besar
responden telah puas dengan komunikasi terapeutik perawat (66%). Tingkat
kepuasan responden yang bekerja sebanyak 56,0% dan tidak bekerja sebanyak
76,0%. Tingkat kepuasan yang pendidikannya Perguruan Tinggi 38,9%, sedangkan tingkat
kepuasan responden yang pendidikannya SMP sebanyak 100%.
Sehingga
peneliti menyimpulkan bahwa sebagian besar pasien yang dirawat di Ruang Lontara
II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar, merasa puas dengan komunikasi
terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan. Saran dari hasil
penelitian ini diharapkan kepada perawat pelaksana untuk memperhatikan komunikasi
terapeutik dalam melakukan interaksi dengan pasien untuk meningkatkan kepuasan
pasien, kepada pihak rumah sakit untuk terus memberikan pendidikan dan
pelatihan kepada perawat terkait penerapan komunikasi terapeutik di tiap
pelayanan keperawatan, dan bagi peneliti selanjutnya perlu melakukan penelitian
dengan menggunakan metode yang lain dan memiliki sampel yang lebih banyak dan
lebih luas sehingga validitas dapat dijamin.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Komunikasi
merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia.
Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan
metode utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu
untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian yang besar.
Untuk itu, perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian besar yang
mencakup keterampilan intelektual, teknikal, dan interpesonal yang tercermin
dalam perilaku caring atau kasih sayang dalam berkomunikasi dengan orang
lain (Wahyudi, 2009). Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara
terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien,
mencegah terjadinya masalah ilegal, memberikan kepuasan profesional dalam
pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra
rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk
memberikan pertolongan terhadap sesama manusia (Damaiyanti, 2008).
Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003 dalam Wahyudi,
2009). Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun
harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan professional (Arwani,
2003 dalam Wahyudi, 2009). Komunikasi menjadi tidak efektif karena kesalahan
dalam menafsirkan pesan yang diterimanya. Hal ini disebabkan karena setiap
manusia mempunyai keterbatasan dalam menelaah informasi yang disampaikan. Hal
ini juga sering terjadi pada institusi pelayanan kesehatan, misalnya pasien
sering complain karena tanaga kesehatan tidak mengerti maksud pesan yang
disampaikan pasien,
sehingga pasien
tersebut menjadi marah dan tidak datang lagi mengunjungi pelayanan kesehatan
tersebut (Wahyudi, 2009).
Jika
kesalahan penerimaaan pesan terus-menerus berlanjut dapat berakibat pada
ketidak puasan baik dari pasien maupun tenaga kesehatan itu sendiri. Kondisi
ketidakpuasan tersebut akan berdampak pada rendahnya mutu pelayanan yang
diberikan, dan pindahnya pasien kepada institusi pelayanan kesehatan lainnya
yang dapat memberikan kepuasan.Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Chriswardani (2006) yang dimuat dalam jurnal pelayanan kesehatan tentang
indikator kepuasan pasien yang menjalani perawatan pada tiga rumah sakit di
Jawa Tengah menyimpulkan bahwa komunikasi dalam pemberian pelayanan turut
menentukan tingkat kepuasan pasien. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Dhama Yanfi (2009) di RSUD Wonogiri terhadap 50 responden mengatakan 8 dari 13
perawat tidak melakukan komunikasi terapeutik dengan baik, mereka hanya sekedar
merawat pasien, dan 8 dari 24 pasien mengatakan tidak puas, 5 dari 24 pasien
mengatakan sangat puas dan 16 dari 24 pasien mengatakan puas dengan komunikasi terapeutik
perawat.
Dari
hasil pengamatan peneliti di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo
menunjukkan adanya keluhan-keluhan pasien terhadap pelayanan yang diberikan
yang seharusnya bisa diatasi dengan komunikasi terapeutik perawat, terutama
pasien yang membutuhkan masa perawatan yang lama menyebabkan keluarga dihantui
dengan bermacam-macam stressor yaitu ketakutan akan kematian, ketidakpastian
hasil, dan kekhawatiran akan biaya perawatan. Ketidakpuasan lain yang
dikeluhkan pasien berkaitan dengan komunikasi antara lain disebabkan kurangnya
kesempatan bagi pasien untuk lebih bebas bertanya tentang kondisi penyakitnya,
keluhan-keluhan kadang tidak ditanggapi, dan tidak memberikan penjelasan yang
tuntas tentang penyakit yang diderita.
Data
dari bagian rekam medik RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar menunjukkan bahwa
jumlah pasien yang dirawat di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo
pada bulan Agustus 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 sebanyak 2.610 penderita
dengan rata-rata penderita setiap bulannya sebanyak 217 penderita (Rekam Medik
RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar, 2009). Dari uraian di atas, peneliti
ingin melakukan penelitian tentang
”Analisis
Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo
Makassar”.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian dalam latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut: ”bagaimanakah Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat
dalam memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin
Sudirohusodo Makassar?”
C. Tujuan
Penelitian
Diketahuinya
gambaran Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
D. Manfaat
Penelitian
1. Untuk Rumah
Sakit
Hasil
penelitian sini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pelaksana perawatan
dan bidang terkait dalam memberikan pelayanan kesehatan khususnya tentang
pentingnya aspek komunikasi dalam memberikan pelayanan pada pasien.
2. Untuk
Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan
merupakan salah satu bahan bacaan dan bahan kajian bagi peneliti selanjutnya.
3. Untuk
Peneliti
Hasil
penelitian ini merupakan pengalaman berharga bagi peneliti dalam mengaplikasikan
ilmu yang telah diperoleh, serta memperluas wawasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum
Tentang Komunikasi Terapeutik
1. Pengertian komunikasi terapeutik
Terapeutik
merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan (Hornby
dalam Nurjannah, 2005). Maka di sini diartikan bahwa terapeutik adalah segala
sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Sehingga komunikasi terapeutik
itu sendiri adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu
penyembuhan/ pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi
profesional bagi perawat.
2. Tujuan komunikasi terapeutik
Dengan
memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah
menjalin hubungan saling percaya dengan klien, sehingga akan lebih efektif
dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan, memberikan
kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan akan meningkatkan profesi
(Damaiyanti, 2008).
Tujuan
komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994 seperti dukutip dalam Damaiyanti, 2008)
adalah:
a. Membantu
pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat
mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal
yang diperlukan.
b. Mengurangi
keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan
kekuatan egonya.
c. Memengaruhi
orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.
3. Manfaat komunikasi terapeutik
Manfaat
komunikasi terapeutik. (Christina, 2003) adalah:
a. Mendorong dan
menganjurkan kerja sama antara perawat dengan pasien melalui hubungan
perawat-pasien.
b.
Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, mengkaji masalah, dan mengevaluasi
tindakan yang dilakukan oleh perawat.
4. Syarat-syarat komunikasi terapeutik
Syarat
komunikasi terapeutik efektif (Suryani, 2005) adalah:
a. Semua
komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun penerima
pesan
b. Komunikasi
yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan terlebih dahulu sebelum
memberikan sarana, informasi maupun masukan. Persyaratan-persyaratan untuk
komunikasi terapeutik ini dibutuhkan untuk membentuk hubungan perawat-pasien
sehingga pasien memungkinkan untuk mengimplementasikan proses keperawatan.
5. Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik
Prinsip-prinsip
komunikasi terapeutik:
a. Perawat harus
mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri
serta nilai yang dianut.
b. Komunikasi
harus ditandai dengan sikap saling menrima, saling percaya dan saling
menghargai.
c. Perawat harus
menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
d. Perawat harus
menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa takut.
e. Perawat harus
dapat menciptakan suasan yang memungkinkan pasienmemiliki motivasi untuk
mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan
dapat memecahkan masalah – masalah yang dihadapi.
f. Perawat harus
mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi
perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan, amupun frustasi.
g. Mampu
menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.
h. Memahami
betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan
tindakan yang terapeutik.
i. Kejujuran dan
komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
j. Mampu
berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang
lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu
keadaan sehat fisik mental, spiritual, dan gaya hidup.
k. Disarankan
untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap mengganggu.
l. Altruisme untuk
mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
m. Berpegang
pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan berdasarkan
prinsip kesejahteraan manusia.
n. Bertanggung
jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas
tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.
6. Sikap
komunikasi terapeutik
Terdapat
5 sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi
komunikasi terapeutik, yaitu:
a. Berhadapan;
arti dari posisi ini adalah saya siap untuk anda.
b. Mempertahankan
kontak mata; kontak mata pada level yang sama berarti menghargai pasien dan
menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk
kearah pasien; posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau
mendengarkan sesuatu.
d. Memperlihatkan
sikap terbuka; tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk
berkomunikasi dan siap membantu.
e. Tetap rileks;
tetap dapat mengendalikan keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam
memberikan respons kepada pasien, meskipun dalam situasi yang kurang
menyenangkan.
7. Teknik-teknik komunikasi terapeutik
Beberapa
teknik komunikasi terapeutik menurut Stuart dan Sundeen (1998) seperti dikutip
dalam Purba (2007) antara lain:
a. Mendengarkan
dengan penuh perhatian
Dalam
hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang
disampaikan klien. Satu-satunya orang yang dapat menceriterakan kepada perawat
tentang perasaan, pikiran dan persepsi klien adalah klien sendiri. Sikap yang
dibutuhkan untuk menjadi pendengar yang baik adalah pandangan saat berbicara, tidak menyilangkan
kaki dan tangan, hindari tindakan yang tidak perlu, anggukan kepala jika klien
membicarakan hal hal yang penting atau memerlukan umpan balik, condongkan tubuh
kearah lawan bicara.
b. menunjukkan
penerimaan
Menerima
tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan oang
lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan. Perawat harus waspada
terhadap ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menyatakan tidak setuju, seperti
mengerutkan kening
atau menggeleng
yang menyatakan tidak percaya.
c. Menanyakan
pertanyaan yang berkaitan
Tujuan
perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa
yang disampaikan oleh klien. Oleh karena itu, 10 pertanyaan sebaiknya dikaitkan
dengan topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata yang sesuai dengan konteks
sosial budaya klien.
d. Pertanyaan
terbuka (Open-Ended Question)
Pertanyaan
yang tidak memerlukan jawaban ”ya” dan ”mungkin”, tetapi pertanyaan memerlukan
jawaban yang luas, sehingga klien dapat mengemukakan masalahnya dengan
kata-kata sendiri, atau dapat memberikan informasi yang diperlukan.
e. Mengulang
ucapan pasien dengan menggunakan kata-kata sendiri
Melalui
pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan umpan balik bahwa ia
mengertipesan klien dan berharap komunikasi dilanjutkan.
f.
Mengklarifikasi
Klarifikasi
terjadi saat perawat berusaha menjelaskan dalam kata-kata, ide
atau pikiran
yang tidak jelas dikatakan oleh klien. Tujuan dari teknik ini adalah untuk
menyamakan pengertian.
g. Memfokuskan
Metode
ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi
lebih spesifik dan mengerti. Hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan
metode ini adalah usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika
klienmenyampaikan masalah yang penting
h. Menyatakan
hasil observasi
Perawat
harus memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya
sehingga klien dapat mengetahui apakah pesannya 11 diterima dengan benar atau
tidak. Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat
non verbal klien. Teknik ini seringkali membuat klien berkomunikasi lebih jelas
tanpa perawat harus bertanya, memfokuskan dan mengklarifikasi pesan. Observasi
dilakukan sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu atau marah.
i. Menawarkan
informasi
Memberikan
tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien. Perawat
tidak dibenarkan memberikan nasihat kepada klien ketika memberikan informasi,
karena tujuan dari tindakan ini adalah memfasilitasi klien untuk mengambil
keputusan. Penahanan informasi yang dilakukansaat klien membutuhkan akan
mengakibatkan klien menjadi tidak percaya.
j. Diam
(memelihara ketenangan)
Diam
akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir
pikirannya. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri,
mengorganisir pikiran dan memproses informasi. Diam sangat berguna terutama
pada saat klien
harus mengambil
keputusan. Diam disisni juga menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti
orang lain agar punya kesempatan berpikir, meskipun begitu, diam yang tidak
tepat dapat menyebabkan orang lain merasa cemas.
k. Meringkas
Meringkas
adalah pengulangan ide utama telah dikomunikasikan secarasingkat. Metode ini
bermanfaat untuk membantu mengingat topik yang telah dibahas sebelum meneruskan
pembicaraan berikutnya.
l. Memberi
penghargaan
Penghargaan
jangan sampai jadi beban untuk klien. Dalam arti jangan sampai klien berusaha
keras dan melakukan segalanya demi untuk mendapatkan pujian atau persetujuan
atas perbuatannya. Selain itu teknik ini tidak pula dimaksudkan untuk
menyatakan bahwa yang ini bagus dan yang sebaliknya buruk.
m. Menawarkan
diri
Perawat
menyediakandiri tanpa respons bersyarat atau respon yang diharapkan.
n. Memberi
kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan
Memberi
kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topikpembicaraan. Untuk
klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannya dalam interaksi
ini, perawat dapat menstimulusnya untuk mengambil inisiatifdan merasakan
bahwaia diharapkan untuk membukapembicaraan.
o. Menganjurkan
untuk meneruskan pembicaraan
Teknik
ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh
pembicaraan. Teknik ini juga mengindikasikan bahwa perawat mengikuti apa yang
dibicarakan dan tertarik denga apa yang akan dibicarakan selanjutnya.
p. Menempatkan
kejadian secara berurutan
Mengurutkan
kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien untuk melihatnya dalam
suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian akan menuntun perawat dan
klien untuk melihat kejadian berikutnya yang merupakan akibat dari kejadian
sebelumnya dan juga dapat menemukan pola menemukan pola kesukaran
interpersonal.
q. Memberikan
kesempatan pada pasien untuk menguraikan persepsinya
Apabila
perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesuatunya dari
perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada
perawat. Sementara itu perawat harus waspada terhadap gejala ansietas yang
mungkin muncul.
r. Refleksi
Refleksi ini
memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan
perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Dengan demikian perawat
mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak
untuk mengemukakan pendapatnya, membuat keputusan, dan memikirkan dirinya
sendiri.
s. Assertive
Assertive
adalah kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran
dan perasaan diri dengan tetap menghargai orang lain. Kemampuan asertif antara
lain: berbicara jelas, mampu menghadapi manipulasi pihak lain tanpa menyakiti
hatinya , melindungi
diri dari
kritik.
t. Humor
Humor
merupakan hal yang penting dalam komunikasi verbal dikarenakan: tertawa
mengurangi ketegangan dan rasa sakit akibat stres, dan meningkatkan
keberhasilan asuhan keperawatan.
8. Hubungan Perawat dan Klien/Helping
Relationship
Salah
satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan
komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara
keduanya,. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk suatu hubungan ‘helping
relationship’. Helping relationship adalah hubungan yang terjadi diantara
dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima
bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan.
Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat
dan klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai
penolong (helper) membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan,
untuk
mencapai tujuan
yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien(Suryani 2005).
Menurut
Roger dalam Stuart G.W (1998) dalam Suryani (2005), ada beberapa karakteristik
seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang
terapeutik, yaitu:
a. Kejujuran.
Kejujuran
sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan
saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang
terbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan
berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga sering
menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang
tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat penting bagi perawat
untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal
tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi,
membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
b. Tidak
membingungkan dan cukup ekspresi
Dalam
berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah
dipahami oleh klien dan tidakmenggunakan kalimat yang berbelit-belit.
Komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya
karena ketidaksesuaian
akan menimbulkan
kebingungan bagi klien.
c. Bersikap
positif
Bersikap
positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi
nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun
dalam membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan
dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk
mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan
kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi
penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan
perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991dalam Suryani,2005).
d. Empati bukan
simpati
Sikap
empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini
perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang
dirasakan dan dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan
bersikap empati perawat dapat memberikan alternatif pemecahan masalah karena
perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak
berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian
masalah secara objektif. menyampaikan perasaannya.
e. Mampu melihat
permasalahan dari kacamata klien
Dalam
memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor,
Lilis dan Le Mone, 1993 dalam Suryani 2005), oleh karenaya perawat harus mampu
untuk melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien.
Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan
dengan aktif dan penuh perhatian. Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti
mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan
seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan menyampaikan respon
yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan
pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring
sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.
f. Menerima
klien apa adanya
Seorang
helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika
seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan
interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005).
Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh
perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini
terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
g. Sensitif
terhadap perasaan klien.
Seorang
perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan
terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive
terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan
hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien.
h. Tidak mudah
terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri Perawat harus
mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat ini,
bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.
9. Tahap-tahap hubungan terapeutik
Dalam
mmembina hubungan terapeutik (berinteraksi) perawat mempunyai 4 tahap yang pada
setiap tahapnya mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat (Stuart
dan Sundeen dalam Damaiyanti, 2008).
a. Fase
pra-interaksi
Pra
interaksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan
pasien. Anda perlu mengevaluasi diri tentang kemampuan yang anda miliki. Jika
merasakan ketidakpastian maka anda perlu membaca kembali, diskusi dengan teman
sekelompok atau diskusi dengan tutor.
Adapun hal yang
perlu dilakukan pada fase ini adalah:
1) Mengumpulkan
data tentang pasien
2)
Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan diri
3) Membuat
rencana pertemuan dengan pasien (kegiatan, waktu, tempat)
b. Fase
orientasi/ perkenalan
Perkenalan
merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu dengan pasien.
Hal-hal yang perlu dilakukan adalah;
1) Memberi salam
2)
Memperkenalkan diri perawat
3) Menanyakan
nama pasien
4) Menyepakati
pertemuan (kontrak)
5) Menghadapi
kontrak
6) Memulai
percakapan awal
7) Menyepakati
masalah pasien
8) Mengakhiri
perkenalan
Orientasi
dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya. Tujuan fase
orientasi adalah memvalidasi kekuarangan data, rencana yang telah dibuat dengan
keadaan pasien saat ini dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya
dikaitkan dengan hal
yang telah
dilakukan bersama pasien.
Adapun hal-hal
yang perlu dilakukan adalah:
1) Memberikan
salam dan tersenyum ke arah pasien
2) Melakukan
validasi (kognitif, psikomotor, afektif)
3) Menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan
4) Menjelaskan
tujuan
5) Menjelaskan
waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan
6) Menjelaskan kerahasiaan
c. Fase kerja
Fase
kerja merupakan inti hubungan perawatan pasien yang terkait erat dengan
pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai. Tujuan tindakankeperawatan adalah:
1) Meningkatkan
pengertian dan pengenalan pasien akan dirinya, perilakunya, perasaannya,
pikirannya. Tujuan ini sering disebut tujuan kognitif.
2)
Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan pasien secara mandiri
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Tujuan ini sering disebut tujuan afektif
atau psikomotor.
3) Melaksanakan
terapi/ teknikal keperawatan
4) Melaksanakan
pendidikan kesehatan
5) Melaksanakan
kolaborasi
6) Melaksanakan
observasi dan monitoring
d. Fase
terminasi
Terminasi
merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat dan pasien. Terminasi dibagi dua,
yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir.
1) Terminasi
sementara
Terminasi
sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan pasien. Pada terminasi
sementara, perawat akan bertemu lagi dengan pasien pada waktu yang telah
ditentukan, misalnya satu atau dua jampada hari berikutnya.
2) Terminasi
akhir
Terminasi
akhir terjadi jika pasien akan pulang dari rumah sakit atau perawat selesai
praktik di rumah sakit.
Adapun komponen
dari fase terminasi adalah:
1) Menyimpulkan
hasil kegiatan; evaluasi proses dan hasil
2) Memberikan reinforcement
positif
3) Merencanakan
tindak lanjut dengan pasien
21
4) Melakukan
kontrak untuk pertemuan selanjutnya (waktu, tempat,
topik)
5) Mengakhiri
kegiatan dengan cara yang baik.
B. Tinjauan Umum
Tentang Kepuasan Pasien
1. Definisi
kepuasan pasien
Pasien
baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama
atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa
pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu
tidak sesuai dengan harapannya. Berdasarkan apa yang disebut di atas,
pengertian kepuasan pasien dapat dijabarkan sebagai berikut.Kepuasan pasien
adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja
layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa
yang diharapkannya. Kepuasan pasien merupakan nilai subjektif terhadap kualitas
pelayanan yang diberikan. Walaupun subjektif tetap ada dasar objektifnya
(Finley, 2001 dalam
Wahyudi, 2009).
2. Tingkat
kepuasan pasien
Tingkat
kepuasan pasien dapat diukur baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatifdan banyak cara mengukur tingkat kepuasan pasien. Berbagai pengalamamn
pengukuran tingkat kepuasan pasien menunjukkan bahwa upaya untuk mengukur
tingkat kepuasan pasien tidak mudah. Karena upaya untuk memperoleh informasi
yang diperlukan untuk mengukur tingkat kepuasan pasien akan berhadapan dengan
suatu kendala kultural, yaitu terdapatnya suatu kecenderungan masyarakat yang
enggan atau tidak mau mengemukakan kritik, apalagi terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan milik pemerintah. Seperti yang kita ketahui saat ini, sebagian besar
fasilitas layanan kesehatan yang digunakan masyarakat dari golongan strata bawah
adalah fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah (Wahyudi, 2009). Tingkat
kepuasan pasien yang akurat dibutuhkan dalam upaya peningkatan mutu layanan
kesehatan. Olehnya itu, pengukuran tingkat kepuasan pasien perlu dilakukan
secara berkala, teratur, akurat, dan berkesinambungan.
Penilaian
kepuasan pasien penting diketahui karena berikut ini:
(Sabarguna, 2004
dikutip dalam Wahyudi, 2009)
a. Bagian dari
mutu pelayanan
b. Berhubungan
dengan pemasaran rumah sakit
1) Pasien yang
puas akan memberi tahu pada teman, keluarga dan tetangga
2) Pasien yang
puas akan datang lagi kontrol atau membutuhkan pelayanan yang lain
3) Iklan dari
mulut ke mulut akan menarik pelanggan yang baru.
c. Berhubungan
dengan prioritas peningkatan pelayanan dalam dana yangterbatas, peningkatan
pelayanan harus selektif, dan sesuai dengan kebutuhan pasien.
d. Analisis
kuantitatif
Dengan bukti
hasil survey berarti tanggapan tersebut dapat diperhitungkan dengan angka
kuantitatif tiadk perkiraan atau perasaan belaka, yang dapat memberikan
kesempatan pada berbagai pihak untuk diskusi.
3. Aspek
kepuasan pasien
Aspek kepuasan
pasien menurut Boy Sabarguna (2004) dikutip dalam Wahyudi (2009) adalah:
a. Kenyamanan
b. Hubungan
pasien dengan petugas rumah sakit
c. Kompetensi
teknis petugas
d. Biaya
4. Kaitan
komunikasi perawat dengan tingkat kepuasan pasien
Dalam praktik
keperawatan, komunikasi adalah suatu alat yang penting untuk membina hubungan
terapeutik dan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan. Lebih jauh, komunikasi
sangat penting karena dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap
pelayanan kesehatan yang diberikan. Dilain sisi, penyebab sumber ketidakpuasan
pasien sering disebabkan karena jeleknya komunikasi yang terjadi dengan pasien.
Oleh karena itu, pengukuran kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat
akan bermanfaat dalam memonitor dan meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan.
Didalam
pelayanan keperawatan ada parameter tingkat kepuasan pasien seperti dikutip
oleh Purwanto (2007) dari Depkes RI (1995), sebagai berikut: perawat
memperkenalkan diri, bersikap sopan dan ramah, menjelaskan peraturan di RS,
menjelaskan fasilitas yang tersedia di RS, menjelaskan penyakit atau masalah
yang dialami, menjelaskan perawat yang bertanggung jawab setiap pergantian
dinas, memperhatikan keluhan pasien, menjelaskan setiap tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien (tujuan dan manfaat, prosedur, akibat/resiko,
alternatif tindakan), menjaga kebersihan lingkungan (ruangan, wc), menjaga
kebersihan alat tenun dan peralatan perawatan lainnya, mengobservasi keadaan
pasien secara teratur (sesuai kebutuhan pasien), dan melaksanakan tindakan
sesuai standar dan etika keperawatan. Banyak faktor penyebab ketidakpuasan
pasien di rumah sakit, salah satunya adalah faktor komunikasi antara dokter dan
perawat. Tingkat kepuasan pasien sangat tergantung pada bagaimana faktor
tersebut di atas dapat memenuhi harapan-harapan. Sebagai contoh; faktor
komunikasi verbal dan non-verbal perawat dalam komunikasi terapeutik apabila
dilaksanakan tidak sesuai dengan spirit dalam komunikasi tersebut maka yang
dihasilkan adalah respon ketidakpuasan dari pasien. Seorang pasien yang tidak
puas pada gilirannya akan menghasilkan sikap/perilaku tidak patuh terhadap seluruh
prosedur keperawatan dan prosedur medis. Oleh sebab itu, sudah saatnya kepuasan
pasien menjadi bagian integral dalam misi dan tujuan profesi keperawatan
(Chriswardani, 2006).
BAB IV
METODE
PENELITIAN
A. Rancangan
Penelitian
Rancangan
penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif
dengan memberikan kuesioner kepada responden untuk mengetahui gambaran tentang
Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
B. Tempat dan
Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini
akan dilakukan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar.
2. Waktu
Penelitian
dilaksanakan selama 4 minggu dari tanggal 14 November 2009 sampai dengan 14
Desember 2009..
C. Populasi dan
sampel
1. Populasi
Populasi pada
penelitian ini adalah semua pasien yang dirawat di ruang Lontara II RSUP DR.
Wahidin Sudirohusodo Makassar, dengan jumlah ratarata perbulan sebanyak 217
orang.
2. Sampel
Pada penelitian
ini pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling yakni
pengambilan sampel dengan cara mengambil populasi yang hadir saat dilakukan
penelitian yang sesuai dengan kriteria:
.Kriteria
Inklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Pasien dewasa
yang berumur 15-60 tahun.
b. Pasien yang
sedang menjalani perawatan lebih dari 3 hari
c. Pasien yang
tidak mengalami penurunan kesadaran
d. Pasien yang
bersedia menjadi responden
Kriteria
Eksklusi:
a. Pasien yang
kondisinya memburuk pada saat penelitian.
b. Pasien yang
tidak bisa membaca dan menulis.
D. Alur
Penelitian
Populasi: Pasien
yang dirawat di Ruang Lontara II RSWS Sampel dipilih sesuai kriteria inklusi dan
diambil secara accidental sampling Sampel terpilih dijelaskan terlebih
dahulu tujuan penelitian dan informed consent, pembagian kuisioner dan
penjelasan pengisiannya. Melakukan pengumpulan data Pengolahan Data:
editing,koding, tabulasi Analisa data Penyajian Data
E. Definisi
Operasional dan kriteria objektif
1. Kepuasan
pasien tentang komunikasi terapeutik perawat.
Yang dimaksud
dengan Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam penelitian
ini adalah persepsi pasien atas komunikasi yang dilakukan oleh perawat baik
dalam bentuk kata-kata maupun perilaku perawat dalam interaksi dengan pasien,
yang dinilai dengan
kuisioner
menggunakan format jawaban skala Likert, dengan jumlah pertanyaan sebanyak 20.
Setiap jawaban diberi skor 1= Sangat Tidak Puas (STP), 2= Tidak Puas (TP), 3=
Puas (P), 4= Sangat Puas (SP)
Kriteria
Objektif:
Puas : Apabila
skor responden > 40
Tidak/kurang
puas : Apabila skor responden ≤ 40
F. Pengolahan
Data dan Analisa Data
1. Pengolahan
data
a. Editing
Setelah data terkumpul
maka dilakukan pemeriksaan kelengkapan data, kesinambungan data, keseragaman
data.
b. Koding
Dilakukan untuk
memudahkan pengolahan data yaitu memberikan simbol-simbol dari setiap jawaban
responden.
c. Tabulasi
Mengelompokkan
data dalam bentuk tabel menurut sifat masing-masing subvariabel, sehingga
memudahkan analisa data.
2. Analisa data
Univariat
Analisa
univariate dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis ini
menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel yang diteliti.
G. Masalah Etika
1. informed
Consent (lembar persetujuan)
Penelitian dapat
dilaksanakan jika telah mendapat persetujuan tertulis dari responden sebagai
bukti bahwa responden bersedia diteliti. Peneliti akan memberikan lembaran
persetujuan untuk ditandatangani responden. Sebelumnya peneliti menjelaskan
tujuan dan manfaat penelitian. Jika
responden
menolak , maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghargai hak responden.
2. Anonimity (Tanpa
nama)
Kerahasiaan
tetap dijaga oleh peneliti dengan memberikan kode pada setiap responden.
3.
Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan
informasi dan data yang diberikan oleh responden dijaminoleh peneliti. Segala
informasi yang diberikan oleh responden tidak dapat disebarluaskan oleh peneliti
untuk kepentingan apapun.
BAB V
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A. Hasil
Penelitian
Rancangan
penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif
dengan memberikan kuesioner pada responden untuk mengetahui gambaran tentang
Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar
yang dilaksanakan selama 4 minggu mulai tanggal 1 November 2009 sampai 28
November 2009. Hasil penelitian ini diperoleh melalui penyebaran kuesioner yang
memuat pertanyaan – pertanyaan tentang persepsi pasien mengenai komunikasi
terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan. Pengambilan sampel
dilakukan dengan cara accidental sampling dengan jumlah sampel sebanyak
50. Penyajian data dalam bentuk data univariat dimana menghasilkan distribusi
frekuensi dan persentasi terhadap setiap variabel.
1. Karakteristik
demografi responden
Distribusi
responden berdasarkan karakteristik demografi yang meliputi umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan pekrjaan diperoleh gambaran bahwa sebagian besar responden
berumur 25-55 tahun yakni sebanyal 35 orang (70,0%), responden laki-laki
sebanyak 26 (52,0%) dan perempuan sebanyak 24 (48,0%), sedangkan dari segi
pendidikan menunjukkan bahwa responden yang tamat perguruan tinggi sebanyak 18
(36,0%) dan SMAsebanyak 19 (38,0%). Adapun responden yang bekerja dan tidak
bekerja masing masing 25 (50%).
2. Kepuasan
pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar
menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah puas dengan komunikasi
terapeutik perawat sebanyak 33 (66%).
3. Kepuasan
pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan berdasarkan karakteristik demografi responden Tingkat kepuasan
pasien berdasarkan karakteristik demografi responden adalah sebagai berikut:
Dari segi umur menunjukkan bahwa responden yang berumur > 55 tahun tingkat
kepuasannya tinggi 50 orang
(100%), dan
responden yang tingkat kepuasannya rendah berumur < 25 tahun sebanyak 4
orang (57,1%).. gambaran bahwa sebagian besar responden berumur 25-55 tahun
sebanyak 21 orang (60,0%), Tingkat kepuasan pasien laki-laki sebanyak 15 orang
(57,7%) sedangkan pasien perempuan sebanyak 18 orang (75,0%). Sedangkan dari
segi pendidikan menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pasien tertinggi ditemukan
pada responden yang pendidikannya SMP sebanyak 50 orang (100,0%) sedangkan
tingkat kepuasan pasien terendah dimiliki oleh responden yang lulus perguruan
tinggi sebanyak 7 (38,9%). Adapun tingkat kepuasan responden yang bekerja
sebanyak 14
(56,0%) dan tidak bekerja sebanyak 19 (76,0%).
B. Pembahasan
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan diRuang Lontara II RSUP DR
Wahidin Sudirohusodo Makassar menunjukkanbahwa sebagian besar responden telah
puas dengan komunikasi terapeutik perawat sebanyak 33 orang (66%). Hasil
penelitian ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Finley (2001) seperti
dikutip dalam Wahyudi (2009) bahwa pasien baru akan merasa puas apabila kinerja
layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi
harapannya dan
sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila
kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya.
Menurut Mapa (2009) kepuasan pasien terhadap komunikasi perawat merupakan
tingkat perasaan seseorang pasien setelah membandingkan komunikasi perawat yang
dirasakan dengan harapan yang diinginkan oleh pasien setelah menjalani rawat
inap. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak terlepas dari
komunikasi perawat dengan pasien yang dapat mempengaruhi
kepuasan pasien.
Jika pasien tersebut tidak puas, maka dapat menghambat proses perawatannya
dikarenakan pasien dapat melakukan tindakan-tindakan yang dapat menghambat
proses penyembuhannya, pasien tidak mau kembali ke instalasi karena
ketidakpuasan tersebut dan juga pasien merasa sia-sia telah mengeluarkan biaya
demi kesembuhannya.
Di
dalam pelayanan keperawatan ada parameter tingkat kepuasan pasien seperti
dikutip oleh Purwanto (2007) dari Depkes RI (1995), sebagai berikut: perawat
memperkenalkan diri, bersikap sopan dan ramah, menjelaskan peraturan di RS,
menjelaskan fasilitas yang tersedia di RS, menjelaskan penyakit atau masalah
yang dialami, menjelaskan perawat yang bertanggung jawab setiap pergantian
dinas, memperhatikan keluhan pasien, menjelaskan setiap tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien (tujuan dan manfaat, prosedur, akibat/resiko, alternatif
tindakan), menjaga kebersihan lingkungan (ruangan, WC), menjaga kebersihan alat
tenun dan peralatan perawatan lainnya, mengobservasi keadaan pasien secara
teratur (sesuai kebutuhan pasien), dan melaksanakan tindakan sesuai standar dan
etika keperawatan dimana hal ini merupakan aspek dalam komunikasi terapeutik
perawat. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat kepuasan responden
terhadap komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
dari segi umur menunjukkan bahwa responden yang berumur > 55 tahun tingkat
kepuasannya tinggi 50 (100%), dan responden yang tingkat kepuasannya rendah
berumur < 25 tahun 4 (57,1%). Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan
tingkat kepuasan semakin tinggi seiring dengan bertambahnya umur seseorang. Hal
ini mungkin disebabkan karena semakin bertambahnya umur seseorang maka semakin
matang seseorang dalam mengambil suatu epuatusan
dan semakin rendah tuntutannya. Sedangkan pada usia muda menunjukkan adanya
kecenderungan semakin tinggi tuntutannya.
Menurut
Anoraga (2009) ada kecenderungan konsumen yang lebih tua lebih merasa puas dari
konsumen yang berumur relatif lebih muda. Hal ini diasumsikan bahwa konsumen
yang lebih tua telah berpengalaman sehingga ia mampu menyesuaikan diri dengan
kondisi pelayanan yang sebenarnya, sedangkan konsumen usia muda biasanya
mempunyai harapan yang ideal tentang pelayanan yang diberikan, sehingga apabila
harapannya dengan realita pelayanan terdapat kesenjangan, atau
ketidakseimbangan dapat meyebabkan mereka menjadi tidak puas. Sedangkan tingkat
kepuasan responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa tingkat kepuasan
pasien perempuan 18 (75,0%) lebih tinggi dibanding dengan pasien laki-laki 15
(57,7%). Untuk tingkat kepuasan pasien pada variable pendidikan ditemukan 7
orang responden yang lulus PT menyatakan puas dan 11 orang menyatakan tidak
puas. Sedangkan 13 orang responden yang lulus SMP merasa puas pada komunikasi
terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Dari
hasil di atas didapatkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan lebih rendah
akan merasa lebih puas. Tingkat pendidikan seseorang akan cenderung membantunya
untuk membentuk suatu pengetahuan sikap dan perilakunya terhadap sesuatu.
Dengan pengetahuan yang baik seseorang dapat melakukan evaluasi berkaitan
dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi atau objek yang ditentukan8. Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, maka daya untuk mengkritisi segala sesuatu akan meningkat. Sehingga
seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi semestinya akan lebih kritis
dalam menentukan apakah pelayanan yang telah diberikan dapat memberikan rasa
puas atau tidak. peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter atau
rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai akibat dari
semakin tinggi pendidikan rata-rata masyarakat sehingga membuat mereka lebih
tahu tentang haknya dan lebih asertif (Lestari, Sunarto, Kuntari, 2009). Adapun
tingkat kepuasan responden yang bekerja sebanyak 14 (56,0%)
dan tidak
bekerja sebanyak 19 (76,0%). Menurut analisa peneliti hal tersebut secara umum
berkaitan dengan tingkat pendidikan seseorang dimana seseorang dengan
pendidikan tinggi cenderung memiliki pekerjaan yang cukup baik dan berbanding
lurus dengan penghasilan eseorang dimana
pendidikan, penghasilan dapat dikaitkan dengan tingkat kepuasan seseorang yang
dikaitkan dengan semakin tingginya ttuntutan pelayanan yang diharapkan oleh
perawat, sehingga semakin tinggi/ baik pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan
seseorang maka semakin tinggi pula pengharapannya terhadap pelayanan yang
diberikan sehingga akan berpengaruh terhadap tingat kepuasannya.
Menurut
Anoraga (2009) konsumen yang memiliki pekerjaan kurang baik atau yang
menghasilkan uang yang kurang atau tidak bekerja cenderung lebih puas daripada
konsumen yang tingkat pekerjaannya lebih baik atau yang bekerja. Hal tersebut
terjadi karena mereka menganggap bahwa kepuasan berbanding lurus dengan biaya
yang harus dikeluarkan untuk memperoleh pelayanan yang baik pula sehingga
kecenderungan mereka akan tidak puas ketika pelayanan yang diberikan tidak
sesuai dengan harapan mereka. Banyak faktor penyebab ketidakpuasan pasien di
rumah sakit, salah satunya adalah faktor komunikasi perawat. Tingkat kepuasan
pasien sangat tergantung pada bagaimana faktor tersebut di atas dapat memenuhi
harapanharapan. Sebagai contoh; faktor komunikasi verbal dan non-verbal perawat
dalam komunikasi terapeutik apabila dilaksanakan tidak sesuai dengan spirit
dalam komunikasi tersebut maka yang dihasilkan adalah respon ketidakpuasan dari
pasien. Seorang pasien yang tidak puas pada gilirannya akan menghasilkan sikap/perilaku
tidak patuh terhadap seluruh prosedur keperawatan dan prosedur medis. Oleh
sebab itu, sudah saatnya kepuasan pasien menjadi bagian integral alam misi dan
tujuan profesi keperawatan (Chriswardani, 2006). Kepuasan dapat dipengaruhi
oleh karakteristik yang ada dalam diri pasien diantaranya yaitu:latar belakang
sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian, lingkungan
hidup, dan diagnosis penyakit (Lestari,Sunarto, Kuntari, 2009).
Dari
analisa peneliti, dari sejumlah kuesioner yang diberikan secara umum responden telah puas terhadap pertama kali bertemu
dengan perawat dimana perawat memberikan salam dan tersenyum kepada pasien,
selain itu, perawat telah menunjukkan perilaku sopan dan bersahabat. Namun
aspek yang membuat pasien tidak puas adalah perawat kadangkala tidak
memperkenalkan dirinya dan tidak menjelaskan dengan detail tentang fasilitas
yang ada di rumah
sakit dan
kadangkala tidak memberikan informed consent ketika akan melakukan suatu tindakan
pada pasien.
Dalam praktik
keperawatan, komunikasi adalah suatu alat yang penting untuk membina hubungan
terapeutik dan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan. Lebih jauh,
komunikasi sangat penting karena dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pasien
terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan. Dilain sisi, penyebab sumber
ketidakpuasan pasien sering disebabkan karena jeleknya komunikasi yang terjadi
dengan pasien. Oleh karena itu, pengukuran kepuasan pasien terhadap komunikasi
terapeutik perawat akan bermanfaat dalam memonitor dan meningkatkan kualitas
pelayanan keperawatan (Nurjannah, 2005).
C. Keterbatasan
Penelitian
1. Jumlah sampel
kurang , tidak menggunakan uji 2 atau 3 variabel, sehingga hasil tidak akurat.
2. Instrumen penelitian
yang digunakan adalah kuisioner, sehingga secara kualitas hasilnya kurang
memuaskan, seharusnya menggunakan metode wawancara mendalam, agar lebih konkrit
alasan mengapa pasien tidak puas.
3. Waktu yang
dipakai untuk meneliti dalam penelitian ini sekitar 1 bulan, dimana waktu ini
yidak cukup banyak untuk dipakai mengumpulkan responden yang lebih banyak lagi.
BAB VI
KESIMPULAN DAN
SARAN
A. Kesimpulan
1. Tingkat
kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar
menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah puas dengan komunikasi
terapeutik perawatsebanyak 33 orang (66%)
2. Tingkat
kepuasan pasien yang tingkat pendidikannya lulus perguruan tinggi kurang,
sedangkan responden yang tingkat pendidikannya SMP, semuanya merasa puas dengan
komunikasi terapeutik dalam memberikan pelayanan keperawatan sebanyak 13 orang
(100,0%).
3. Tingkat
kepuasan seseorang semakin tinggi seiring dengan bertambahnya umur seseorang
4. Tingkat
kepuasan responden yang tidak bekerja, sebagian besar merasa puas dengan
komunikasi terapeutik dalam memberikan pelayanan keperawaan sebanyak 19 orang
(76,0%).
B. Saran
1. Diharapkan
kepada perawat pelaksana untuk memperhatikan komunikasi terapeutik dalam
melakukan interaksi dengan pasien untuk meningkatkan kepuasan pasien.
2. Diharapkan
kepada institusi pendidikan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kepada
perawat terkait penerapan komunikasi terapeutik.
3. Bagi peneliti
selanjutnya perlu melakukan penelitian dengan menggunakan metode yang lain dan
memiliki sampel yang lebih banyak dan lebih luas sehingga validitas dapat
dijamin.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, A. H.
(2002) Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah, Salemba Medika:
Jakarta.
Anoraga (2009) Psikologi
Dalam Perusahaan. PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Christina, L.I
Untung, S. & Tatik, I. (2003) komunikasi kebidanan, EGC: Jakarta.
Chriswardani
(2006) Penyusunan indikator Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Di
Propinsi Jawa Tengah, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
Semarang, Jawa Tengah, jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan 4 desember 2006.
Damaiyanti, M.
(2008) Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan, PT. Refika
Aditama: Bandung.
Dhama Yanfi, M.
E. (2009) Hubungan Komunikasi Verbal dan Non Verbal Perawat dengan Tingkat
Kepuasan Pasien di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Kab. Wonogiri, http://inna-ppni.or.id/html
diakses 17 september 2009.
Lestari,
Sunarto, Kuntari. (2009) Analisa Faktor Penentu Tingkat Kepuasan Pasien di
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Indonesia.
Mapa, A.R.
(2009) Hubungan Persepsi Pasien Tentang Komunikasi Perawat Dengan Kepuasan
Pasien Terhadap Komunikasi di RSUP DR. Soeradji Tirtonegoro Klaten,
Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta
Nurjannah, I.
(2001) Hubungan Terapeutik Perawat dan Klien; Kualitas Pribadi Sebagai
Sarana, PSIK UGM: Yogyakarta.
Nurjannah, I.
(2005) Komunikasi Keperawatan: Dasar-Dasar Komunikasi Bagi Perawat, Moco
Media: Yogyakarta.
Pratiknya, Ahmad
W. (2003) Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan.
Cetakan V Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Purba, J. M.
(2007) Komunikasi Dalam Keperawatan Program studi Keperawatan Fakultas
Kedokteran Unversitas Sumatera Utara Medan.
Purwanto, S.
(2007) Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Rumah Sakit. Artikel Psikologi
Klinis Perkembangan dan Sosial.www. klinis Worpres.com.
Sugiyono.
(2008). Statistika Untuk Penelitian. Cetakan VI. Bandung: Alfabeta.
Suryani (2005) Komunikasi
Terapeutik;Teori dan Praktik, EGC: Jakarta
Wahyudi, J.T.
(2009) Komunikasi Terapreutik dan Kepuasan Pasien,
www.lasisimus.wordpres.com,
Diakses 10 September 2009.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar