Senin, 23 Desember 2013

HUBUNGAN TERAPEUTIK KEPUASAN PASIEN TERHADAP PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KEPERAWATAN



KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat, berikat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Gambaran Kepuasan Pasien Berdasarkan Komunikasi Terapeutik Perawat Dalam Memberikan Pelayanan Keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar”.
Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis menyadari bahwa itu tak lepas
dari bantuan berbagai pihak, baik secara moril maupun secara materil. Pada
kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terimah kasih kepada:
yang telah banyak memberi bantuan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
Penyusun menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penyusun harapkan dari pembaca
yang budiman untuk penyempurnaan penulisan selanjutnya. Di samping itu penyusun
juga berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dan bagi nusa dan
bangsa. Dan semoga amal baik semua pihak yang telah membantu penulis mendapat
balasan yang setimpal. Amin, Tuhan memberkati.



ABSTRAK

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi menjadi tidak efektif karena kesalahan dalam  menafsirkan pesan yang diterimanya. Jika kesalahan penerimaaan pesan terus-menerus berlanjut dapat berakibat pada ketidak puasan baik dari pasien maupun tenaga kesehatan itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepuasan pasien berdasarkan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Desain penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan cara memberikan kuesioner untuk mengetahui gambaran tentang kepuasan pasien berdasarkan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar.. Penelitian dilakukan selama 4 minggu selama bulan November sampai Desember 2009. Jumlah responden dalam penelitan ini adalah 50 responden. Hasil dari penelitian ini didapatkan tingkat kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah puas dengan komunikasi terapeutik perawat (66%). Tingkat kepuasan responden yang bekerja sebanyak 56,0% dan tidak bekerja sebanyak 76,0%. Tingkat kepuasan yang pendidikannya Perguruan Tinggi 38,9%, sedangkan tingkat kepuasan responden yang pendidikannya SMP sebanyak 100%.
Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa sebagian besar pasien yang dirawat di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar, merasa puas dengan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan. Saran dari hasil penelitian ini diharapkan kepada perawat pelaksana untuk memperhatikan komunikasi terapeutik dalam melakukan interaksi dengan pasien untuk meningkatkan kepuasan pasien, kepada pihak rumah sakit untuk terus memberikan pendidikan dan pelatihan kepada perawat terkait penerapan komunikasi terapeutik di tiap pelayanan keperawatan, dan bagi peneliti selanjutnya perlu melakukan penelitian dengan menggunakan metode yang lain dan memiliki sampel yang lebih banyak dan lebih luas sehingga validitas dapat dijamin.


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian yang besar. Untuk itu, perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian besar yang mencakup keterampilan intelektual, teknikal, dan interpesonal yang tercermin dalam perilaku caring atau kasih sayang dalam berkomunikasi dengan orang lain (Wahyudi, 2009). Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah ilegal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia (Damaiyanti, 2008).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003 dalam Wahyudi, 2009). Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan professional (Arwani, 2003 dalam Wahyudi, 2009). Komunikasi menjadi tidak efektif karena kesalahan dalam menafsirkan pesan yang diterimanya. Hal ini disebabkan karena setiap manusia mempunyai keterbatasan dalam menelaah informasi yang disampaikan. Hal ini juga sering terjadi pada institusi pelayanan kesehatan, misalnya pasien sering complain karena tanaga kesehatan tidak mengerti maksud pesan yang disampaikan pasien,
sehingga pasien tersebut menjadi marah dan tidak datang lagi mengunjungi pelayanan kesehatan tersebut (Wahyudi, 2009).
Jika kesalahan penerimaaan pesan terus-menerus berlanjut dapat berakibat pada ketidak puasan baik dari pasien maupun tenaga kesehatan itu sendiri. Kondisi ketidakpuasan tersebut akan berdampak pada rendahnya mutu pelayanan yang diberikan, dan pindahnya pasien kepada institusi pelayanan kesehatan lainnya yang dapat memberikan kepuasan.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chriswardani (2006) yang dimuat dalam jurnal pelayanan kesehatan tentang indikator kepuasan pasien yang menjalani perawatan pada tiga rumah sakit di Jawa Tengah menyimpulkan bahwa komunikasi dalam pemberian pelayanan turut menentukan tingkat kepuasan pasien. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dhama Yanfi (2009) di RSUD Wonogiri terhadap 50 responden mengatakan 8 dari 13 perawat tidak melakukan komunikasi terapeutik dengan baik, mereka hanya sekedar merawat pasien, dan 8 dari 24 pasien mengatakan tidak puas, 5 dari 24 pasien mengatakan sangat puas dan 16 dari 24 pasien mengatakan puas dengan komunikasi terapeutik perawat.
Dari hasil pengamatan peneliti di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo menunjukkan adanya keluhan-keluhan pasien terhadap pelayanan yang diberikan yang seharusnya bisa diatasi dengan komunikasi terapeutik perawat, terutama pasien yang membutuhkan masa perawatan yang lama menyebabkan keluarga dihantui dengan bermacam-macam stressor yaitu ketakutan akan kematian, ketidakpastian hasil, dan kekhawatiran akan biaya perawatan. Ketidakpuasan lain yang dikeluhkan pasien berkaitan dengan komunikasi antara lain disebabkan kurangnya kesempatan bagi pasien untuk lebih bebas bertanya tentang kondisi penyakitnya, keluhan-keluhan kadang tidak ditanggapi, dan tidak memberikan penjelasan yang tuntas tentang penyakit yang diderita.
Data dari bagian rekam medik RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar menunjukkan bahwa jumlah pasien yang dirawat di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo pada bulan Agustus 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 sebanyak 2.610 penderita dengan rata-rata penderita setiap bulannya sebanyak 217 penderita (Rekam Medik RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar, 2009). Dari uraian di atas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang
”Analisis Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: ”bagaimanakah Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar?”

C. Tujuan Penelitian
Diketahuinya gambaran Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar.

D. Manfaat Penelitian
1. Untuk Rumah Sakit
Hasil penelitian sini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pelaksana perawatan dan bidang terkait dalam memberikan pelayanan kesehatan khususnya tentang pentingnya aspek komunikasi dalam memberikan pelayanan pada pasien.
2. Untuk Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan merupakan salah satu bahan bacaan dan bahan kajian bagi peneliti selanjutnya.
3. Untuk Peneliti
Hasil penelitian ini merupakan pengalaman berharga bagi peneliti dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh, serta memperluas wawasan.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Komunikasi Terapeutik

1. Pengertian komunikasi terapeutik
Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan (Hornby dalam Nurjannah, 2005). Maka di sini diartikan bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan/ pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional bagi perawat.

2. Tujuan komunikasi terapeutik
Dengan memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan akan meningkatkan profesi (Damaiyanti, 2008).
Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994 seperti dukutip dalam Damaiyanti, 2008) adalah:
a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
c. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.

3. Manfaat komunikasi terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik. (Christina, 2003) adalah:
a. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan pasien melalui hubungan perawat-pasien.
b. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, mengkaji masalah, dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.

4. Syarat-syarat komunikasi terapeutik
Syarat komunikasi terapeutik efektif (Suryani, 2005) adalah:
a. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan
b. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan terlebih dahulu sebelum memberikan sarana, informasi maupun masukan. Persyaratan-persyaratan untuk komunikasi terapeutik ini dibutuhkan untuk membentuk hubungan perawat-pasien sehingga pasien memungkinkan untuk mengimplementasikan proses keperawatan.

5. Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik
Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik:
a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menrima, saling percaya dan saling menghargai.
c. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
d. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa takut.
e. Perawat harus dapat menciptakan suasan yang memungkinkan pasienmemiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah – masalah yang dihadapi.
f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan, amupun frustasi.
g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.
h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.
i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual, dan gaya hidup.
k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap mengganggu.
l. Altruisme untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
m. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
n. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.

6. Sikap komunikasi terapeutik
Terdapat 5 sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik, yaitu:
a. Berhadapan; arti dari posisi ini adalah saya siap untuk anda.
b. Mempertahankan kontak mata; kontak mata pada level yang sama berarti menghargai pasien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk kearah pasien; posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu.
d. Memperlihatkan sikap terbuka; tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi dan siap membantu.
e. Tetap rileks; tetap dapat mengendalikan keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respons kepada pasien, meskipun dalam situasi yang kurang menyenangkan.

7. Teknik-teknik komunikasi terapeutik
Beberapa teknik komunikasi terapeutik menurut Stuart dan Sundeen (1998) seperti dikutip dalam Purba (2007) antara lain:
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan klien. Satu-satunya orang yang dapat menceriterakan kepada perawat tentang perasaan, pikiran dan persepsi klien adalah klien sendiri. Sikap yang dibutuhkan untuk menjadi pendengar yang baik adalah  pandangan saat berbicara, tidak menyilangkan kaki dan tangan, hindari tindakan yang tidak perlu, anggukan kepala jika klien membicarakan hal hal yang penting atau memerlukan umpan balik, condongkan tubuh kearah lawan bicara.

b. menunjukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan oang lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan. Perawat harus waspada terhadap ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menyatakan tidak setuju, seperti mengerutkan kening
atau menggeleng yang menyatakan tidak percaya.
c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien. Oleh karena itu, 10 pertanyaan sebaiknya dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata yang sesuai dengan konteks sosial budaya klien.
d. Pertanyaan terbuka (Open-Ended Question)
Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban ”ya” dan ”mungkin”, tetapi pertanyaan memerlukan jawaban yang luas, sehingga klien dapat mengemukakan masalahnya dengan kata-kata sendiri, atau dapat memberikan informasi yang diperlukan.
e. Mengulang ucapan pasien dengan menggunakan kata-kata sendiri
Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan umpan balik bahwa ia mengertipesan klien dan berharap komunikasi dilanjutkan.
f. Mengklarifikasi
Klarifikasi terjadi saat perawat berusaha menjelaskan dalam kata-kata, ide
atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien. Tujuan dari teknik ini adalah untuk menyamakan pengertian.
g. Memfokuskan
Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan mengerti. Hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ini adalah usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klienmenyampaikan masalah yang penting
h. Menyatakan hasil observasi
Perawat harus memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya sehingga klien dapat mengetahui apakah pesannya 11 diterima dengan benar atau tidak. Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien. Teknik ini seringkali membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa perawat harus bertanya, memfokuskan dan mengklarifikasi pesan. Observasi dilakukan sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu atau marah.
i. Menawarkan informasi
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien. Perawat tidak dibenarkan memberikan nasihat kepada klien ketika memberikan informasi, karena tujuan dari tindakan ini adalah memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan. Penahanan informasi yang dilakukansaat klien membutuhkan akan mengakibatkan klien menjadi tidak percaya.
j. Diam (memelihara ketenangan)
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir pikirannya. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses informasi. Diam sangat berguna terutama pada saat klien
harus mengambil keputusan. Diam disisni juga menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti orang lain agar punya kesempatan berpikir, meskipun begitu, diam yang tidak tepat dapat menyebabkan orang lain merasa cemas.


k. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama telah dikomunikasikan secarasingkat. Metode ini bermanfaat untuk membantu mengingat topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pembicaraan berikutnya.
l. Memberi penghargaan
Penghargaan jangan sampai jadi beban untuk klien. Dalam arti jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Selain itu teknik ini tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa yang ini bagus dan yang sebaliknya buruk.
m. Menawarkan diri
Perawat menyediakandiri tanpa respons bersyarat atau respon yang diharapkan.
n. Memberi kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan
Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topikpembicaraan. Untuk klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannya dalam interaksi ini, perawat dapat menstimulusnya untuk mengambil inisiatifdan merasakan bahwaia diharapkan untuk membukapembicaraan.
o. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan. Teknik ini juga mengindikasikan bahwa perawat mengikuti apa yang dibicarakan dan tertarik denga apa yang akan dibicarakan selanjutnya.
p. Menempatkan kejadian secara berurutan
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian akan menuntun perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya yang merupakan akibat dari kejadian sebelumnya dan juga dapat menemukan pola menemukan pola kesukaran interpersonal.
q. Memberikan kesempatan pada pasien untuk menguraikan persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesuatunya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Sementara itu perawat harus waspada terhadap gejala ansietas yang mungkin muncul.
r. Refleksi
Refleksi ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya, membuat keputusan, dan memikirkan dirinya sendiri.
s. Assertive
Assertive adalah kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai orang lain. Kemampuan asertif antara lain: berbicara jelas, mampu menghadapi manipulasi pihak lain tanpa menyakiti hatinya , melindungi
diri dari kritik.
t. Humor
Humor merupakan hal yang penting dalam komunikasi verbal dikarenakan: tertawa mengurangi ketegangan dan rasa sakit akibat stres, dan meningkatkan keberhasilan asuhan keperawatan.



8. Hubungan Perawat dan Klien/Helping Relationship
Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya,. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk suatu hubungan ‘helping relationship’. Helping relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan. Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper) membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk
mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien(Suryani 2005).
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998) dalam Suryani (2005), ada beberapa karakteristik seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:
a. Kejujuran.
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresi
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh klien dan tidakmenggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian
akan menimbulkan kebingungan bagi klien.
c. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991dalam Suryani,2005).
d. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat dapat memberikan alternatif pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif. menyampaikan perasaannya.



e. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993 dalam Suryani 2005), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian. Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.
f. Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau  diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
g. Sensitif terhadap perasaan klien.
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien.
h. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.

9. Tahap-tahap hubungan terapeutik
Dalam mmembina hubungan terapeutik (berinteraksi) perawat mempunyai 4 tahap yang pada setiap tahapnya mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen dalam Damaiyanti, 2008).
a. Fase pra-interaksi
Pra interaksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan pasien. Anda perlu mengevaluasi diri tentang kemampuan yang anda miliki. Jika merasakan ketidakpastian maka anda perlu membaca kembali, diskusi dengan teman sekelompok atau diskusi dengan tutor.
Adapun hal yang perlu dilakukan pada fase ini adalah:
1) Mengumpulkan data tentang pasien
2) Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan diri
3) Membuat rencana pertemuan dengan pasien (kegiatan, waktu, tempat)
b. Fase orientasi/ perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu dengan pasien. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah;
1) Memberi salam
2) Memperkenalkan diri perawat
3) Menanyakan nama pasien
4) Menyepakati pertemuan (kontrak)
5) Menghadapi kontrak
6) Memulai percakapan awal
7) Menyepakati masalah pasien
8) Mengakhiri perkenalan
Orientasi dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya. Tujuan fase orientasi adalah memvalidasi kekuarangan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan pasien saat ini dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal
yang telah dilakukan bersama pasien.
Adapun hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
1) Memberikan salam dan tersenyum ke arah pasien
2) Melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif)
3) Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
4) Menjelaskan tujuan
5) Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan
6) Menjelaskan kerahasiaan
c. Fase kerja
Fase kerja merupakan inti hubungan perawatan pasien yang terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Tujuan tindakankeperawatan adalah:
1) Meningkatkan pengertian dan pengenalan pasien akan dirinya, perilakunya, perasaannya, pikirannya. Tujuan ini sering disebut tujuan kognitif.
2) Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan pasien secara mandiri menyelesaikan masalah yang dihadapi. Tujuan ini sering disebut tujuan afektif atau psikomotor.
3) Melaksanakan terapi/ teknikal keperawatan
4) Melaksanakan pendidikan kesehatan
5) Melaksanakan kolaborasi
6) Melaksanakan observasi dan monitoring
d. Fase terminasi
Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat dan pasien. Terminasi dibagi dua, yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir.
1) Terminasi sementara
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan pasien. Pada terminasi sementara, perawat akan bertemu lagi dengan pasien pada waktu yang telah ditentukan, misalnya satu atau dua jampada hari berikutnya.
2) Terminasi akhir
Terminasi akhir terjadi jika pasien akan pulang dari rumah sakit atau perawat selesai praktik di rumah sakit.
Adapun komponen dari fase terminasi adalah:
1) Menyimpulkan hasil kegiatan; evaluasi proses dan hasil
2) Memberikan reinforcement positif
3) Merencanakan tindak lanjut dengan pasien
21
4) Melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya (waktu, tempat,
topik)
5) Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik.


B. Tinjauan Umum Tentang Kepuasan Pasien
1. Definisi kepuasan pasien
Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya. Berdasarkan apa yang disebut di atas, pengertian kepuasan pasien dapat dijabarkan sebagai berikut.Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. Kepuasan pasien merupakan nilai subjektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Walaupun subjektif tetap ada dasar objektifnya (Finley, 2001 dalam
Wahyudi, 2009).
2. Tingkat kepuasan pasien
Tingkat kepuasan pasien dapat diukur baik secara kuantitatif maupun secara kualitatifdan banyak cara mengukur tingkat kepuasan pasien. Berbagai pengalamamn pengukuran tingkat kepuasan pasien menunjukkan bahwa upaya untuk mengukur tingkat kepuasan pasien tidak mudah. Karena upaya untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengukur tingkat kepuasan pasien akan berhadapan dengan suatu kendala kultural, yaitu terdapatnya suatu kecenderungan masyarakat yang enggan atau tidak mau mengemukakan kritik, apalagi terhadap fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah. Seperti yang kita ketahui saat ini, sebagian besar fasilitas layanan kesehatan yang digunakan masyarakat dari golongan strata bawah adalah fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah (Wahyudi, 2009). Tingkat kepuasan pasien yang akurat dibutuhkan dalam upaya peningkatan mutu layanan kesehatan. Olehnya itu, pengukuran tingkat kepuasan pasien perlu dilakukan secara berkala, teratur, akurat, dan berkesinambungan.
Penilaian kepuasan pasien penting diketahui karena berikut ini:
(Sabarguna, 2004 dikutip dalam Wahyudi, 2009)
a. Bagian dari mutu pelayanan
b. Berhubungan dengan pemasaran rumah sakit
1) Pasien yang puas akan memberi tahu pada teman, keluarga dan tetangga
2) Pasien yang puas akan datang lagi kontrol atau membutuhkan pelayanan yang lain
3) Iklan dari mulut ke mulut akan menarik pelanggan yang baru.
c. Berhubungan dengan prioritas peningkatan pelayanan dalam dana yangterbatas, peningkatan pelayanan harus selektif, dan sesuai dengan kebutuhan pasien.
d. Analisis kuantitatif
Dengan bukti hasil survey berarti tanggapan tersebut dapat diperhitungkan dengan angka kuantitatif tiadk perkiraan atau perasaan belaka, yang dapat memberikan kesempatan pada berbagai pihak untuk diskusi.
3. Aspek kepuasan pasien
Aspek kepuasan pasien menurut Boy Sabarguna (2004) dikutip dalam Wahyudi (2009) adalah:
a. Kenyamanan
b. Hubungan pasien dengan petugas rumah sakit
c. Kompetensi teknis petugas
d. Biaya
4. Kaitan komunikasi perawat dengan tingkat kepuasan pasien
Dalam praktik keperawatan, komunikasi adalah suatu alat yang penting untuk membina hubungan terapeutik dan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan. Lebih jauh, komunikasi sangat penting karena dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan. Dilain sisi, penyebab sumber ketidakpuasan pasien sering disebabkan karena jeleknya komunikasi yang terjadi dengan pasien. Oleh karena itu, pengukuran kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat akan bermanfaat dalam memonitor dan meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan.
Didalam pelayanan keperawatan ada parameter tingkat kepuasan pasien seperti dikutip oleh Purwanto (2007) dari Depkes RI (1995), sebagai berikut: perawat memperkenalkan diri, bersikap sopan dan ramah, menjelaskan peraturan di RS, menjelaskan fasilitas yang tersedia di RS, menjelaskan penyakit atau masalah yang dialami, menjelaskan perawat yang bertanggung jawab setiap pergantian dinas, memperhatikan keluhan pasien, menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan kepada pasien (tujuan dan manfaat, prosedur, akibat/resiko, alternatif tindakan), menjaga kebersihan lingkungan (ruangan, wc), menjaga kebersihan alat tenun dan peralatan perawatan lainnya, mengobservasi keadaan pasien secara teratur (sesuai kebutuhan pasien), dan melaksanakan tindakan sesuai standar dan etika keperawatan. Banyak faktor penyebab ketidakpuasan pasien di rumah sakit, salah satunya adalah faktor komunikasi antara dokter dan perawat. Tingkat kepuasan pasien sangat tergantung pada bagaimana faktor tersebut di atas dapat memenuhi harapan-harapan. Sebagai contoh; faktor komunikasi verbal dan non-verbal perawat dalam komunikasi terapeutik apabila dilaksanakan tidak sesuai dengan spirit dalam komunikasi tersebut maka yang dihasilkan adalah respon ketidakpuasan dari pasien. Seorang pasien yang tidak puas pada gilirannya akan menghasilkan sikap/perilaku tidak patuh terhadap seluruh prosedur keperawatan dan prosedur medis. Oleh sebab itu, sudah saatnya kepuasan pasien menjadi bagian integral dalam misi dan tujuan profesi keperawatan (Chriswardani, 2006).

BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan memberikan kuesioner kepada responden untuk mengetahui gambaran tentang Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar.
2. Waktu
Penelitian dilaksanakan selama 4 minggu dari tanggal 14 November 2009 sampai dengan 14 Desember 2009..
C. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien yang dirawat di ruang Lontara II RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar, dengan jumlah ratarata perbulan sebanyak 217 orang.
2. Sampel
Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling yakni pengambilan sampel dengan cara mengambil populasi yang hadir saat dilakukan penelitian yang sesuai dengan kriteria:
.Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Pasien dewasa yang berumur 15-60 tahun.
b. Pasien yang sedang menjalani perawatan lebih dari 3 hari
c. Pasien yang tidak mengalami penurunan kesadaran
d. Pasien yang bersedia menjadi responden
Kriteria Eksklusi:
a. Pasien yang kondisinya memburuk pada saat penelitian.
b. Pasien yang tidak bisa membaca dan menulis.
D. Alur Penelitian
Populasi: Pasien yang dirawat di Ruang Lontara II RSWS Sampel dipilih sesuai kriteria inklusi dan diambil secara accidental sampling Sampel terpilih dijelaskan terlebih dahulu tujuan penelitian dan informed consent, pembagian kuisioner dan penjelasan pengisiannya. Melakukan pengumpulan data Pengolahan Data: editing,koding, tabulasi Analisa data Penyajian Data
E. Definisi Operasional dan kriteria objektif
1. Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat.
Yang dimaksud dengan Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam penelitian ini adalah persepsi pasien atas komunikasi yang dilakukan oleh perawat baik dalam bentuk kata-kata maupun perilaku perawat dalam interaksi dengan pasien, yang dinilai dengan
kuisioner menggunakan format jawaban skala Likert, dengan jumlah pertanyaan sebanyak 20. Setiap jawaban diberi skor 1= Sangat Tidak Puas (STP), 2= Tidak Puas (TP), 3= Puas (P), 4= Sangat Puas (SP)
Kriteria Objektif:
Puas : Apabila skor responden > 40
Tidak/kurang puas : Apabila skor responden ≤ 40

F. Pengolahan Data dan Analisa Data
1. Pengolahan data
a. Editing
Setelah data terkumpul maka dilakukan pemeriksaan kelengkapan data, kesinambungan data, keseragaman data.
b. Koding
Dilakukan untuk memudahkan pengolahan data yaitu memberikan simbol-simbol dari setiap jawaban responden.
c. Tabulasi
Mengelompokkan data dalam bentuk tabel menurut sifat masing-masing subvariabel, sehingga memudahkan analisa data.
2. Analisa data Univariat
Analisa univariate dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis ini menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel yang diteliti.
G. Masalah Etika
1. informed Consent (lembar persetujuan)
Penelitian dapat dilaksanakan jika telah mendapat persetujuan tertulis dari responden sebagai bukti bahwa responden bersedia diteliti. Peneliti akan memberikan lembaran persetujuan untuk ditandatangani responden. Sebelumnya peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian. Jika
responden menolak , maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghargai hak responden.
2. Anonimity (Tanpa nama)
Kerahasiaan tetap dijaga oleh peneliti dengan memberikan kode pada setiap responden.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi dan data yang diberikan oleh responden dijaminoleh peneliti. Segala informasi yang diberikan oleh responden tidak dapat disebarluaskan oleh peneliti untuk kepentingan apapun.


BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Rancangan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan memberikan kuesioner pada responden untuk mengetahui gambaran tentang Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar yang dilaksanakan selama 4 minggu mulai tanggal 1 November 2009 sampai 28 November 2009. Hasil penelitian ini diperoleh melalui penyebaran kuesioner yang memuat pertanyaan – pertanyaan tentang persepsi pasien mengenai komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling dengan jumlah sampel sebanyak 50. Penyajian data dalam bentuk data univariat dimana menghasilkan distribusi frekuensi dan persentasi terhadap setiap variabel.
1. Karakteristik demografi responden
Distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekrjaan diperoleh gambaran bahwa sebagian besar responden berumur 25-55 tahun yakni sebanyal 35 orang (70,0%), responden laki-laki sebanyak 26 (52,0%) dan perempuan sebanyak 24 (48,0%), sedangkan dari segi pendidikan menunjukkan bahwa responden yang tamat perguruan tinggi sebanyak 18 (36,0%) dan SMAsebanyak 19 (38,0%). Adapun responden yang bekerja dan tidak bekerja masing masing 25 (50%).
2. Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah puas dengan komunikasi terapeutik perawat sebanyak 33 (66%).
3. Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan berdasarkan karakteristik demografi responden Tingkat kepuasan pasien berdasarkan karakteristik demografi responden adalah sebagai berikut: Dari segi umur menunjukkan bahwa responden yang berumur > 55 tahun tingkat kepuasannya tinggi 50 orang
(100%), dan responden yang tingkat kepuasannya rendah berumur < 25 tahun sebanyak 4 orang (57,1%).. gambaran bahwa sebagian besar responden berumur 25-55 tahun sebanyak 21 orang (60,0%), Tingkat kepuasan pasien laki-laki sebanyak 15 orang (57,7%) sedangkan pasien perempuan sebanyak 18 orang (75,0%). Sedangkan dari segi pendidikan menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pasien tertinggi ditemukan pada responden yang pendidikannya SMP sebanyak 50 orang (100,0%) sedangkan tingkat kepuasan pasien terendah dimiliki oleh responden yang lulus perguruan tinggi sebanyak 7 (38,9%). Adapun tingkat kepuasan responden yang bekerja
sebanyak 14 (56,0%) dan tidak bekerja sebanyak 19 (76,0%).

B. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan diRuang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar menunjukkanbahwa sebagian besar responden telah puas dengan komunikasi terapeutik perawat sebanyak 33 orang (66%). Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Finley (2001) seperti dikutip dalam Wahyudi (2009) bahwa pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi
harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya. Menurut Mapa (2009) kepuasan pasien terhadap komunikasi perawat merupakan tingkat perasaan seseorang pasien setelah membandingkan komunikasi perawat yang dirasakan dengan harapan yang diinginkan oleh pasien setelah menjalani rawat inap. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak terlepas dari komunikasi perawat dengan pasien yang dapat mempengaruhi
kepuasan pasien. Jika pasien tersebut tidak puas, maka dapat menghambat proses perawatannya dikarenakan pasien dapat melakukan tindakan-tindakan yang dapat menghambat proses penyembuhannya, pasien tidak mau kembali ke instalasi karena ketidakpuasan tersebut dan juga pasien merasa sia-sia telah mengeluarkan biaya demi kesembuhannya.
Di dalam pelayanan keperawatan ada parameter tingkat kepuasan pasien seperti dikutip oleh Purwanto (2007) dari Depkes RI (1995), sebagai berikut: perawat memperkenalkan diri, bersikap sopan dan ramah, menjelaskan peraturan di RS, menjelaskan fasilitas yang tersedia di RS, menjelaskan penyakit atau masalah yang dialami, menjelaskan perawat yang bertanggung jawab setiap pergantian dinas, memperhatikan keluhan pasien, menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan kepada pasien (tujuan dan manfaat, prosedur, akibat/resiko, alternatif tindakan), menjaga kebersihan lingkungan (ruangan, WC), menjaga kebersihan alat tenun dan peralatan perawatan lainnya, mengobservasi keadaan pasien secara teratur (sesuai kebutuhan pasien), dan melaksanakan tindakan sesuai standar dan etika keperawatan dimana hal ini merupakan aspek dalam komunikasi terapeutik perawat. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat kepuasan responden terhadap komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dari segi umur menunjukkan bahwa responden yang berumur > 55 tahun tingkat kepuasannya tinggi 50 (100%), dan responden yang tingkat kepuasannya rendah berumur < 25 tahun 4 (57,1%). Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan tingkat kepuasan semakin tinggi seiring dengan bertambahnya umur seseorang. Hal ini mungkin disebabkan karena semakin bertambahnya umur seseorang maka semakin matang seseorang dalam mengambil suatu  epuatusan dan semakin rendah tuntutannya. Sedangkan pada usia muda menunjukkan adanya kecenderungan semakin tinggi tuntutannya.
Menurut Anoraga (2009) ada kecenderungan konsumen yang lebih tua lebih merasa puas dari konsumen yang berumur relatif lebih muda. Hal ini diasumsikan bahwa konsumen yang lebih tua telah berpengalaman sehingga ia mampu menyesuaikan diri dengan kondisi pelayanan yang sebenarnya, sedangkan konsumen usia muda biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang pelayanan yang diberikan, sehingga apabila harapannya dengan realita pelayanan terdapat kesenjangan, atau ketidakseimbangan dapat meyebabkan mereka menjadi tidak puas. Sedangkan tingkat kepuasan responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pasien perempuan 18 (75,0%) lebih tinggi dibanding dengan pasien laki-laki 15 (57,7%). Untuk tingkat kepuasan pasien pada variable pendidikan ditemukan 7 orang responden yang lulus PT menyatakan puas dan 11 orang menyatakan tidak puas. Sedangkan 13 orang responden yang lulus SMP merasa puas pada komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Dari hasil di atas didapatkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan lebih rendah akan merasa lebih puas. Tingkat pendidikan seseorang akan cenderung membantunya untuk membentuk suatu pengetahuan sikap dan perilakunya terhadap sesuatu. Dengan pengetahuan yang baik seseorang dapat melakukan evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek yang ditentukan8. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka daya untuk mengkritisi segala sesuatu akan meningkat. Sehingga seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi semestinya akan lebih kritis dalam menentukan apakah pelayanan yang telah diberikan dapat memberikan rasa puas atau tidak. peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai akibat dari semakin tinggi pendidikan rata-rata masyarakat sehingga membuat mereka lebih tahu tentang haknya dan lebih asertif (Lestari, Sunarto, Kuntari, 2009). Adapun tingkat kepuasan responden yang bekerja sebanyak 14 (56,0%)
dan tidak bekerja sebanyak 19 (76,0%). Menurut analisa peneliti hal tersebut secara umum berkaitan dengan tingkat pendidikan seseorang dimana seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung memiliki pekerjaan yang cukup baik dan berbanding lurus dengan penghasilan  eseorang dimana pendidikan, penghasilan dapat dikaitkan dengan tingkat kepuasan seseorang yang dikaitkan dengan semakin tingginya ttuntutan pelayanan yang diharapkan oleh perawat, sehingga semakin tinggi/ baik pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan seseorang maka semakin tinggi pula pengharapannya terhadap pelayanan yang diberikan sehingga akan berpengaruh terhadap tingat kepuasannya.
Menurut Anoraga (2009) konsumen yang memiliki pekerjaan kurang baik atau yang menghasilkan uang yang kurang atau tidak bekerja cenderung lebih puas daripada konsumen yang tingkat pekerjaannya lebih baik atau yang bekerja. Hal tersebut terjadi karena mereka menganggap bahwa kepuasan berbanding lurus dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh pelayanan yang baik pula sehingga kecenderungan mereka akan tidak puas ketika pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan harapan mereka. Banyak faktor penyebab ketidakpuasan pasien di rumah sakit, salah satunya adalah faktor komunikasi perawat. Tingkat kepuasan pasien sangat tergantung pada bagaimana faktor tersebut di atas dapat memenuhi harapanharapan. Sebagai contoh; faktor komunikasi verbal dan non-verbal perawat dalam komunikasi terapeutik apabila dilaksanakan tidak sesuai dengan spirit dalam komunikasi tersebut maka yang dihasilkan adalah respon ketidakpuasan dari pasien. Seorang pasien yang tidak puas pada gilirannya akan menghasilkan sikap/perilaku tidak patuh terhadap seluruh prosedur keperawatan dan prosedur medis. Oleh sebab itu, sudah saatnya kepuasan pasien menjadi bagian integral alam misi dan tujuan profesi keperawatan (Chriswardani, 2006). Kepuasan dapat dipengaruhi oleh karakteristik yang ada dalam diri pasien diantaranya yaitu:latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian, lingkungan hidup, dan diagnosis penyakit (Lestari,Sunarto, Kuntari, 2009).
Dari analisa peneliti, dari sejumlah kuesioner yang diberikan secara umum responden  telah puas terhadap pertama kali bertemu dengan perawat dimana perawat memberikan salam dan tersenyum kepada pasien, selain itu, perawat telah menunjukkan perilaku sopan dan bersahabat. Namun aspek yang membuat pasien tidak puas adalah perawat kadangkala tidak memperkenalkan dirinya dan tidak menjelaskan dengan detail tentang fasilitas yang ada di rumah
sakit dan kadangkala tidak memberikan informed consent ketika akan melakukan suatu tindakan pada pasien.
Dalam praktik keperawatan, komunikasi adalah suatu alat yang penting untuk membina hubungan terapeutik dan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan. Lebih jauh, komunikasi sangat penting karena dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan. Dilain sisi, penyebab sumber ketidakpuasan pasien sering disebabkan karena jeleknya komunikasi yang terjadi dengan pasien. Oleh karena itu, pengukuran kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat akan bermanfaat dalam memonitor dan meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan (Nurjannah, 2005).

C. Keterbatasan Penelitian
1. Jumlah sampel kurang , tidak menggunakan uji 2 atau 3 variabel, sehingga hasil tidak akurat.
2. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuisioner, sehingga secara kualitas hasilnya kurang memuaskan, seharusnya menggunakan metode wawancara mendalam, agar lebih konkrit alasan mengapa pasien tidak puas.
3. Waktu yang dipakai untuk meneliti dalam penelitian ini sekitar 1 bulan, dimana waktu ini yidak cukup banyak untuk dipakai mengumpulkan responden yang lebih banyak lagi.
 
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Tingkat kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah puas dengan komunikasi terapeutik perawatsebanyak 33 orang (66%)
2. Tingkat kepuasan pasien yang tingkat pendidikannya lulus perguruan tinggi kurang, sedangkan responden yang tingkat pendidikannya SMP, semuanya merasa puas dengan komunikasi terapeutik dalam memberikan pelayanan keperawatan sebanyak 13 orang (100,0%).
3. Tingkat kepuasan seseorang semakin tinggi seiring dengan bertambahnya umur seseorang
4. Tingkat kepuasan responden yang tidak bekerja, sebagian besar merasa puas dengan komunikasi terapeutik dalam memberikan pelayanan keperawaan sebanyak 19 orang (76,0%).
B. Saran
1. Diharapkan kepada perawat pelaksana untuk memperhatikan komunikasi terapeutik dalam melakukan interaksi dengan pasien untuk meningkatkan kepuasan pasien.
2. Diharapkan kepada institusi pendidikan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kepada perawat terkait penerapan komunikasi terapeutik.
3. Bagi peneliti selanjutnya perlu melakukan penelitian dengan menggunakan metode yang lain dan memiliki sampel yang lebih banyak dan lebih luas sehingga validitas dapat dijamin.




DAFTAR PUSTAKA
Alimul, A. H. (2002) Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah, Salemba Medika: Jakarta.
Anoraga (2009) Psikologi Dalam Perusahaan. PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Christina, L.I Untung, S. & Tatik, I. (2003) komunikasi kebidanan, EGC: Jakarta.
Chriswardani (2006) Penyusunan indikator Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Di Propinsi Jawa Tengah, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah, jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan 4 desember 2006.
Damaiyanti, M. (2008) Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan, PT. Refika Aditama: Bandung.
Dhama Yanfi, M. E. (2009) Hubungan Komunikasi Verbal dan Non Verbal Perawat dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Kab. Wonogiri, http://inna-ppni.or.id/html diakses 17 september 2009.
Lestari, Sunarto, Kuntari. (2009) Analisa Faktor Penentu Tingkat Kepuasan Pasien di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia.
Mapa, A.R. (2009) Hubungan Persepsi Pasien Tentang Komunikasi Perawat Dengan Kepuasan Pasien Terhadap Komunikasi di RSUP DR. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta
Nurjannah, I. (2001) Hubungan Terapeutik Perawat dan Klien; Kualitas Pribadi Sebagai Sarana, PSIK UGM: Yogyakarta.
Nurjannah, I. (2005) Komunikasi Keperawatan: Dasar-Dasar Komunikasi Bagi Perawat, Moco Media: Yogyakarta.
Pratiknya, Ahmad W. (2003) Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Cetakan V Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Purba, J. M. (2007) Komunikasi Dalam Keperawatan Program studi Keperawatan Fakultas Kedokteran Unversitas Sumatera Utara Medan.
Purwanto, S. (2007) Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Rumah Sakit. Artikel Psikologi Klinis Perkembangan dan Sosial.www. klinis Worpres.com.
Sugiyono. (2008). Statistika Untuk Penelitian. Cetakan VI. Bandung: Alfabeta.
Suryani (2005) Komunikasi Terapeutik;Teori dan Praktik, EGC: Jakarta
Wahyudi, J.T. (2009) Komunikasi Terapreutik dan Kepuasan Pasien,
www.lasisimus.wordpres.com, Diakses 10 September 2009.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar